Jumat, 28 Februari 2014

JIKA BIROKRASI SEINDAH BINGKAI TOLERANSI

 
Tulip hirarki - lupa ngambil di mana pic nya pokoknya di Google


Birokrasi...?

Apa tuh...? Hayooo sapa yang bisa jawab? 

Kebanyakan yang Vi tanyai akan menjawab, "birokrasi itu mbuleeeettt....!" Dengan vokal "e" yang panjangnya kayak kereta hihi.

Sebagai bunda yang kariernya di rumah saja, kata birokrasi mungkin sudah luntur tergerus oleh kata terasi (hiks..hiks...) meski sebagai mantan aktivis (cieeeh) dulu pernah lah dapat materi tentang birokrasi, pernah juga menembus jalur birokrasi daan...pernah juga ngacak-ngacak alur birokrasi #ups.

Tapi biar tidak tersesat tentang deffinisi birokrasi karena Vi menjadi mahasiswa dan aktivis juga hampir lima tahun yang lalu, memori sudah tak cukup bagus untuk mengurai materi. Bisa-bisa yang ada malah salah lagi maknanya tentang birokrasi. Yuk, cekidot di sini makna birokrasinya,


Birokrasi adalah 1 sistem pemerintahan yg dijalankan oleh pegawai pemerintah krn telah berpegang pd hierarki dan jenjang jabatan; 2 cara bekerja atau susunan pekerjaan yg serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dsb) yg banyak liku-likunya dsb; (sumber : kbbi)  


Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. (sumber : wikipedia )


Naah...di atas uraian yang tepat dan benar tentang makna birokrasi. Kenapa sih bundanya Azzam mau ngulik tentang birokrasi. Vi kasih tahu deh..jadi awalnya pengen nulis birokrasi di sini karena usai mengalami mbuletnya birokrasi.




Ketika harus mengurus pajak kendaraan bermotor yang berada di kota asal sebelum pindah menjadi istri dan bunda di Depok. Nah ternyata untuk mengurus pajak motor itu sendiri rumitt dan panjang plus mbulet plus membingungkan plus tidak ramah dan plus-plus yang lain yang bikin capek (kisahnya mungkin kapan-kapan yaa dishare, in sya Allah).

Intinya, bahwa sebenarnya birokrasi itu bukanlah besi. Yang kaku, alot dan liat tanpa bisa diubah bentuk lagi oleh tangan kosong. Meski memang secara definisi seperti uraian dari KBBI dan Wikipedia, yang merupakan sistem yang berjenjang, hierarki yang berbentuk piramida. Jika menilik demikian rasanya bakal semakin banyak orang yang menghindari urusan pemerintahan, yang mangkir dari urusan administratif, yang malas berurusan dengan instansi-instansi. Karena sudah jadi rahasia umum bahwa mengurus apapun di negeri ini bakal rumit birokrasinya. Sedangkan daya pemahaman warga Indonesia masih belum sama rata. 

Akibatnya, bisa jadi akan semakin menumpuk data orang yang tidak taat pajak, akan semakin mengkerut semangat warga untuk mengurus kelengkapan identitas mereka, jika sudah begini sebenarnya negara juga rugi toh, selain memang masyarakat juga rugi karena mereka jadi kian bermasalah karena tidak taat pada aturan negara. Dan, akibat parahnya, birokrasi yang rumit akan semakin menumbuh suburkan pungli, pungutan liar dan juga calo-calo. Meski hal ini pun juga sudah jadi rahasia umum bahwa pungli dan calo kebanyakan ada bisik-bisik dengan orang dalam.

Kembali ke judul postingan ini ya, "Jika Birokrasi Seindah Bingkai Toleransi". Lewat postingan ini Vi ingin mengajak (meski Vi bukan siapa-siapa, hanya bundanya Azzam dan istrinya mas Achmad, dan bukan pula seorang caleg hihi) bahwa birokrasi menurut Viana itu adalah semacam soft policy alias kebijakan yang lembut antara seorang "tamu" dengan "tuan rumah", bukan sebuah jurang antara seorang raja yang memiliki pengamanan berlapis-lapis dengan rakyat jelata. Adanya prinsip "tamu-tuan rumah" ini akan membuat sebuah aturan tampak lebih santun, saling menghargai keberadaan masing-masing. Sang tamu akan berusaha bersikap sopan karena ia masuk ke ranah yang bukan miliknya, sedang sang tuan rumah pun juga berupaya menjamu tamunya dengan baik. 

Kedua peran akan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing. Adanya aturan karena masing-masing "rumah" memiliki kenyamanan masing-masing dan itu adalah kewajiban tamu untuk menghormati tuan rumah. Namun sebagai tamu, ia pun berhak atas penyambutan dan perlakuan yang baik. Dengannya sebuah proses yang memerlukan pengurusan di instansi tak akan menjadikan kerugian di salah satu pihak, apalagi di kedua belah pihak.Hubungan yang terjadi akan berlangsung nyaman dan tak membuat keribetan, apalagi keributan.

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung tali kekeluargaan. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." HR Muttafaq Alaih

Demikian besar efek memuliakan tamu dan menjalin kekerabatn hingga dalam hadits di atas langsung dikaitkan dengan keimanan pada Allah dan hari akhir. Tentu ini tidak main-main dan tak boleh dianggap remeh. Karena perihal memuliakan tamu ini pun juga secara langsung diperintahkan Allah dalam kalam-Nya pada QS Adz Dzariyat : 24-27 dan QS Hud :78, yakni tentang kisah malaikat-malaikat yang bertamu pada Nabi Ibrahim dan Nabi Luth.

Maka, seandainya birokrasi di negeri tercinta ini menjadi semacam cara menjalin kekerabatan, menjadi sarana untuk menambah saudara, menjadi lintasan untuk saling bertoleransi, in sya Allah dengan izin-Nya, tak akan ada lagi definisi mbulet untuk sebuah kata birokrasi. Yang ada hanyalah keberlangsungan hidup yang tenang dan damai dalam bingkai toleransi.

Masih ada yang tanya, toleransi itu apa? Hihi...silahkan buka kamus KBBI yaaa ^_^







Tidak ada komentar: