Rabu, 09 Juli 2014

BUKAN P(EM)ILU PRESIDEN








Saat lembar entri ini tergores oleh untaian kata, diri yang menulis ini bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang bunda yang baru dikaruniai seorang putra dengan amanahnya menjadi istri salah seorang lelaki pilihan-Nya. Bukan bicara atas pengetahuan politik sebab keseharian di bilik. Bukan bicara sebagai komentator sebab lidahnya hanya terbiasa dengan rasa masakan yang dimasak di dapur. Hanya sebuah coretan dari hati yang meskipun bukan siapa-siapa, tetaplah merasa menjadi anak dari ibu pertiwi, Indonesia.





Sedih sebenarnya, saat harus melihat perbedaan yang berujung pertikaian bahkan berakhir korban dengan adanya dua kubu dalam Pilpres kali ini. Meski memang saat menulis ini, aku telah memiliki pilihan, dan harus memilih dong...tetapi berseberangan dengan kawan rasanya seperti perang. Bukan berperang karena kami berselisih, tetapi karena kubu-kubu di luar lingkaran persahabatan kami. Tapi, beda pilihan bukanlah perpisahan, semata hanya menjadi sebuah pembelajaran bahwa kita sudah sama-sama dewasa dan bertanggung jawab atas perbedaan jalan yang kita pilih.







Bukan soal warna,
karena dua atau ribuan warna pun, materi utamanya tetap sewarna

Bukan soal angka,
karena semua angka memiliki makna yang tak pantas menuai prasangka

Bukan soal jari,
karena hanya simbolistik yang tak perlu menimbulkan iri




Fase tenang melenggang
Jangan malah membuat hati terpanggang
Apalagi persahabatan dan persaudaraan tumbang
Karena perbedaan yang menjadi jurang




Saling bermaafan dengan lapang
Saling bergandengan menghias Ramadhan yang bertabur bintang




Kalah atau menang
Tetaplah jauhi mental pecundang
Yang berjiwa kesatria menuju atau meninggalkan gelanggang
Tak perlu menaburkan arang apalagi menuduh curang
atau meradang jika kalah menghadang
Pun tak perlu menjadi laksana sayap kumbang
Atau berkilat seperti elang
Yang riuh menabur gemilang saat menang




Tugas kita menjaga ibu pertiwi tetap riang
Tersenyum dengan bhinneka sebagai lambang
Bukan menjadi boneka bayang-bayang
Apalagi menjadi wayang yang dilakonkan dalang




Cinta kita bersama dalam kebaikan seindah berisik padang ilalang
Atau semerdu alunan kulintang
Sebab kita terlahir dari merah putih yang mendarah di sumsum tulang



Tapi tetap ada harapan yang berkubang
Lewat do’a-do’a yang membumbung dengan jubah terbang
Bahwa harus kebaikan yang menjadi pemenang





Semua mata di seluruh dunia melayangkan pandang...
padamu...ya padamu, negeri yang elok bak mayang
bagai bidadari yang menyampir selendang


Selamat memilih, Indonesiaku sayang...





^ Viana Wahyu ^

Depok, 9 Juli 2014/ 11 Ramadhan 1435 H

* Picture by google and cymera

juga nemu photo ini :

ada di beranda pencarian Google 9 Juli 2014