Senin, 23 Desember 2019

Jejak Bersajak




Selalu ada jejak yang akan terpulas
dalam rindu yang memagut sendu
dan rindu yang meminang lapangnya hati
mengeja sekam seakan pualam
mengidung langgam berpeluk malam
menguat diri pada makam
jejakmu baru saja dimulai kawan...



Pernahkah kau menangis ketika diunfollow? Ketika diblokir? Ketika dibully?

Mungkin, berairnya mata dan menyesaknya hati adalah respon pertama. Namun jika kau tahu, dari sedikit 'kegelapan' dunia maya yang nyata tadi, kita patut bersyukur.

Lebih baik kita diunfollow daripada kita yang mengunfollow seseorang apalagi jika mereka adalah teman kita sendiri. Lebih baik kita yang mungkin tersakiti daripada tanpa sadar kita yang menyakiti orang lain, hatta hanya dari sekadar like dan komen dari jemari kita. Lebih baik kita menjadi obyek 'kehinaan' orang lain selagi yang kita lakukan selama ini bukanlah hal hina yang dilarang agama.

Pahit memang. Tak ada siapa pun yang memilih dicurangi, disakiti, dizalimi.
Tapi yakinlah, kita tak sedang berada pada satu jalan. Kita juga tak hanya punya satu kawan.

Bahkan jika dunia ini pun ramai-ramai unfollow, asalkan kita berada di jalan keshalihan. Tak ada yang perlu disedihkan.

Satu hal yang harus kita besarkan hati untuk tetap tegar: tenggelamkan saja semua kepahitan itu, benamkan jauh-jauh ke tanah. Lalu tebarkan benih kebaikan, agar darinya tumbuh kebaikan yang akan membuatmu tersenyum.

Kubur saja semua kepahitan yang menghampiri kita. Dan semailah bibit kebaikan penuh cinta di atasnya. Bibit di atas makam kepedihan.


Ah, lumrahnya segala pesona yang terbungkam, terbenam lalu tertanam dalam-dalam di tanah perlahan akan hilang. Hanya akan menjadi penghuni di antara guyuran tanah dan bebatuan yang memisah dari dunia. 

Tapi, tak semuanya demikian kawan. 

Jika kita mengubur segala hal yang negatif dan hanya menimbulkan kepedihan diri. Kita tak lagi akan banyak membuang waktu untuk mengingat jelaga hati itu. Karena kita fokus pada benih kebaikan yang kita upayakan untuk tumbuh dari kepedihan yang kita rasakan.

Lihatlah, betapa kisah para pewangi peradaban akan tetap mengharum berlintas masa. Mereka sudah berpetualang di dunia. Dan jejak jasa serta bakti mereka tetap menjadi cerita indah tentang kepahlawanan. 

Meski kita tak mungkin lupa kelamnya kehidupan dan terpuruknya hati kita. Tapi coba untuk cukup kita mengenang makam "kepedihan" rasa di bawah bibit menghijau dari kebaikan yang kita jadikan lansekap penutupnya. 

Masih banyak hal yang membutuhkan energi positif kita. Harus ada jejak kita yang akan menjadi bagian kenangan peradaban. 

Biarlah terseok dan terpuruk di belantara peradaban
tak dikenal insan yang memuja dunia
menjadi pesakitan dalam gelapnya hati

Kita masih bisa menatap langit yang tak angkuh dengan tingginya
harumkan jejakmu, sebarkan benih di sepanjang jalanmu
Dunia tak melihatmu sekarang, tapi langit menjadi saksimu

Selamat menjejak
Selamat bersajak dalam jejak


Oleh: Viana Wahyu

#meski terlambat tulisan ini untuk #oneweekonewriting bertema "makam"  
Kelas Minat Menulis Ibu Profesional Depok

Tidak ada komentar: