Senin, 18 Februari 2019

NHW#3 Doppler Cahaya Keluarga Ziezam

Bismillaahi

"Doppler Cahaya Keluarga Ziezam"




"Bila kita belum selesai dengan urusan kita sendiri, maka kita tak akan pernah dan belum bisa diberi amanah mengurus orang lain.

Muliakan suami dulu karena surga kita ada padanya, maka anak-anak kita akan tampak sebagai malaikat yang membentangkan jalan surga di bawah telapak kaki kita

 (Viana Wahyu)



Teman-teman MIIP batch 7 siapa yang baper dengan NHW kali ini ? Karena khusus berisi apresiasi terindah kita untuk partner kita, buat yang belum menikah pun diberi kesempatan untuk menuliskan harapan pada calon imam, ihiiy. Dan kita diminta menggali misi spesifik keluarga kita. (Kalau yang beraroma romantis sih in sya Allaah bisa karena udah biasa hihi, tapi misi spesifik keluarga ? Hmm ini yang bikin sempat berkenyit, karena ketika ngajak suami bahas spesifikasi keluarga kami malah tidak nemu-nemu jawaban ^_^)

Surat Cinta untuk mas Suami







Menulis surat cinta untuk suami alhamdulillaah sering saya lakukan, apalagi di masa-masa awal pernikahan dahulu. Sering nyelipkan di kotak bekal, di bukunya, di saku bajunya, di note facebook, di sosmed dan juga di whatsapp pribadi padanya.

Respon mas suami ?

Hihi.. karena suami bukan tipe yang suka menulis, dan bukan tipe yang romantis, xixixi maka mas suami sering menjawabnya dengan mengajak ngobrol maupun membalas dalam bentuk perbuatan, misal jadi lebih perhatian, memberikan sesuatu atau jadi lebih sayang ^_^


Kali ini dilampirkan bentuk tulisan di sini saja ya, karena kebetulan kami sedang dalam perjalanan ke kampung halaman dan suami sedang sibuk karena pindah bagian sejak awal pekan, jadinya mengerjakannya di ponsel saja seadanya, meskipun dicicil-cicil mengerjakan di kereta tapi tetap saja selesai NHWnya mepet juga :D

Assalamualaikum, suamiku

"Tak perlu memintamu menjadi ayah profesional agar aku makin mencintaimu sebagai ayah dari anak-anak". 

Kata ajaib dari IIP, tidak perlu ada deffinisi Ayah Profesional di IIP sebab dukungan, support suami agar istrinya mau belajar menjadi ibu profesional itu yang akan menjadikan para suami menjadi pasangan ideal dari para ibu profesional. Seperti saya tulis di awal, memuliakan suami terlebih dahulu ♡. Ini saya pernah bertanya ke fasil tentang "Ayah Profesional di IIP itu ada ga sih? Nanti in sya Allaah kita bahas di postingan lain ya.

Alhamdulillaah aku semakin mencintaimu hingga detik kau membaca tulisan ini

Bagaimana denganmu, mas?

Alhamdulillaah ya untuk semua nikmat-Nya yang dilimpahkan pada kita sejak kita bertemu dan berjanji setia. Dalam 29 hari Allaah memberikan kita waktu proses taaruf, alhamdulillaah hampir 10 tahun kita bersama dalam mahligai pernikahan ini. 

Betapa pun kita ingin tak ada pertikaian dalam rumah tangga kita, nyatanya tetap ada riak-riak mengiringi bahtera kita, apalagi usia kita yang hanya terpaut lima bulan. Lucu kadang, ketika kita berujung marahan, karena ketika awalnya aku yang memulai, tapi endingnya aku juga yang mengakhiri. 

Tapi Maha Besar-nya Allaah ya, yang menjadikan pernikahan itu surga dunia. Meskipun habis marahan pun rasanya malah makin paham diri masing-masing bagaimana harus bersikap, makin pahham arti mengapa kita ditautkan dalam satu cinta, dan makin sayaaangg ga sih ? Kalu adek sih iya, pasti mas juga ^_^ 

Alhamdulillaah diberikan mas suami yang lebih kalem dari adek, lebih sabar dari adek, lebih istiqomah beribadah dari adek dan pastinya lebih kuat dari adek karena mas adalah qawwam kami, imam dunia akhirat kami. 

Meski tak banyak yang bisa kubaktikan padamu, meski adek masih harus terus belajar taat padamu tanpa tapi, mencintaimu tanpa mengeluh, mendidik anak-anak kita tanpa mendikte, menyayangi anak-anak kita tanpa jemu mendoakannya, semoga adek tetap bisa menjadi yang terindah di hatimu selalu dan selamanya. 

Semoga keluarga kita bisa menjadi keluarga penduduk syurga, yang tiada pernah ada keburukan dan saling menata kebaikan.

Adek mencintaimu, mas.. uhibbuka fillaah ♡

♡♡ Dan respon suami ?

Dingg.. dinggg.. seperti biasa, jawabannya singkat "mas juga mencintaimu, dek" :D

Yaweslah, kita tak bisa memaksa laki-laki kita mencintai kita (seperti suamiku dan anak laki-lakiku yang umur 8 tahun), mereka bisa mencintai kita apa adanya, dan mencintai kita dengan cara mereka. Yakinlah pendamping kita adalah yang terbaik yang dihadirkan-Nya ♡♡♡

Potensi manusia berasal dari fitrah penciptaan dan potensi secara keilmuan yang ditemukan manusia. Kalau selama ini kami lebih sering menemukan kecocokan potensi dan karakter dari golongan darah.

Potensi Anak-Anak

Dari kedua anak kami, hal yang paliing tampak dari mereka ialah sama-sama perasa, sama-sama sensitif. Si masnya dengan sensitifnya jadi lebih perhatian ke bunda dan adek perempuannya. Efek anak pertama juga yang lebih istimewa karena lebih banyak dan lebih dulu berinteraksi dengan bundanya yang juga sensitif, hihi.

Sedang adeknya, karena masih balita dan masuk fase peniru. Dia lebih berani bersosialisasi dibanding masa kecil masnya dulu. Tapi kalau sekarang masnya juga sudah tidak malu-malu, dan sering diberi tugas jadi pemimpin, baik ketua kelas, ketua barung, ketua kelompok, dan lain-lain.

Saya rasa anak laki-laki ini meniru karakter ayahnya yang sering jadi pemimpin di mana-mana. Karakter mereka pun hampir sama dengan golongan darah sama-sama AB. Hihi tipe AB itu kapan-kapan dibahas di postingan lain saja ya.

Potensi Pribadi

Sebenarnya kalau bagi saya sendiri, potensi yang dititipkan Allaah ini masih berupa bakal potensi. Sebab saya belum maksimal mengasahnya, masih banyak yang harus dipelajari untuk memaksimalkannya. Masih sebatas passion yang saya nyaman melakukannya. Potensi yang bisa saya temukan dan dari temuan orang-orang sekitar saya ialah bahwa saya itu,

Menulis. Hal ini nampak sejak SD yang saya suka menulis buku diary hingga banyak buku, paling suka pelajaran mengarang dan selalu paling panjang sekelas. Dan sejak SD saya suka menulis cerita, puisi yang lalu saya edarkan ke teman-teman sekelas dari SD hingga SMA, meskipun hanya berupa tertulis di kertas buku tulis biasa dengan tulisan tangan. Alhamdulillaah baru ada 8 buku, 6 di antaranya buku antologi, 1 buku kesehatan dan 1 novel duet anak-anak, untuk project buku solo masih on process (ditolak 1 penerbit masuk penerbit lainnya 😄). Semoga tahun ini berjodoh ketemu jodohnya.

Dunia Kesehatan. Ketika akan kuliah, bapak memilihkan jalur kebidanan, padahal cita-cita dari kecil itu pengeeen banget jadi dokter dan sejak kenal pelajaran Biologi di SMP suka banget pelajaran ini. Tapi ya karena kondisi orang tua dan karena ridho mereka kurang merestui untuk kuliah kedokteran, maka saya pun terjunlah di dunia kesehatan di sisi lain kedokteran. Padahal kampusnya hadap-hadapan dengan kampus kedokteran, olala. Jadi yaa masih suka ngiri-ngiri deh kalau lihat anak kedokteran. Tapi hal ini hanya berlangsung di tingkat 1. Ketika sudah beranjak di tingkat 2 dan 3 saya mulai menikmatinya.

Dan ketika akhirnya bekerja di Ruang Bersalin di rumah sakit, saya benar-benar suka dengan bidang ini. Kejar-kejaran dengan waktu, belajar hal yang tak didapat di dunia kuliah, dan berjuang menyelamatkan dua nyawa.

Sampai sekarang saya tetap cinta secuil potensi di lini ini, berharap ketika nanti suami selesai kuliah saya pun juga bisa meneruskan kuliah, bisa lebih banyak berkarya mengamalkan sedikit ilmu bidan saya, dengan ranah yang tetap diridhoi oleh suami.

Fotografi. Baru dejak 2013 saya kenal instagram dan lewat akun-akun challenge harian akhirnya kenal komunitas foto, belajar memotret dan ketagihan moto ! Dari awalnya hanya pakai ponsel yang alhamdulillaah bisa juga menang giveaway-giveaway meski hanya dengan kamera ponsel, akhirnya mengenal kamera DSLR. Untuk kamera ini pun harus teruuss belajar, terutama di genre Food Photography yang awalnya bukan saya banget hihi (saya suka Still Life Photography).

Suami pun akhirnya ikut pengen belajar fotografi juga, tapi suami lebih interest di dunia Human Interest dan Landscape. Kalau saya pakai DSLR, suami lebih suka pakai mirrorless. Tapi kalau bagi saya sih yang penting kamera DSLR yang lebih berat dari mirrorless dibawakan suami ketika kami traveling ^_^

Potensi Alam Sekitar

Berada di pinggiran ibukota yaitu kota Depok yang masuk wilayah Propinsi Jawa Barat, sedang suami bekerja di ibukota (kami dulu sempat merasakan hidup di ibukota di tahun awal pernikahan), namun rupanya saya sesak kalau harus hidup di Jakarta. Nyesek deh. Akhirnya peta kehidupan bergeser ke Depok yang lebih dingin hawanya dan lebih ramah untuk penghijauannya.

Di Depok ini kami memilih rumah yang masih berada di perkampungan warga, meskipun kami berada di cluster perumahan. Jadi alhamdulillaah warganya masih guyub, suka membantu dan meski heterogen tapi alhamdulillaah nuansa keislaman masih dihormati di lingkungan kami.

Untuk potensi alamnya, kami berada di tanah yang cukup tinggi di Depok, jadinya alhamdulillaah daerah kami (semoga tidak akan pernah) aman dari banjir meskipun curah hujan sangat tinggi. Nah, hal yang paling saya sukai di daerah sini ialah karena kami dekat dengan Studio Alam salah satu stasiun televisi yang belakangan juga semakin dibangun dan dipercantik sehingga sering dipakai menjadi tempat syuting FTV maupun acara serial legenda anak-anak atau dewasa.

Adanya setu atau danau yang ada juga perahu untuk digunakan berkeliling, hutan yang bila untuk syuting mah sudah cukup mewakili banget deh, rumah jaman dahoeloe, arena berkuda, bangunan seperti candi dan kerajaan cukup layaklah menjadi tempat wisata alam.

Oya, sekolah anak saya meskipun bukan sekolah alam tapi mengedepankan fitrah keislaman pada ekskulnya (ada berenang, memanah, berkuda, pramuka, dll).

Epilog Misi Spesifik

Sampai epilog ini belum juga nemu misi spesifik nih, tapi yang pasti saya dan suami sepakat kami ingin membangun keluarga yang bisa menjadi salah satu rumah para penduduk di syurga. Menjadi syurga di dunia dan berlanjut nanti di akhirat.

Dan meski baru menemukan secercah cahaya dari pencarian sebuah misi spesifik, saya dan suami ingin agar rumah kami bisa menjadi Rumah Pengabdian, baik mengabdi di bidang kesehatan (pengennya ituuh punya Rumah Bersalin loh, mimpi dari kuliah) yang nantinya ada ruang tunggu dengan play ground, perpustakaan untuk keluarga dan anak-anak (anak sulung kami ingin punya perpustakaan ngajak teman-temannya), lalu ada musholanya yang memberikan pencerahan dengan ilmu agama dari suami. Tidak lupa adanya ilmu dari suami yang lulusan Teknik Sipil, semoga membangunnya rumah dunia kami bisa lebih mantap, strukturnya kuat, dan bermanfaat.

Sempat terpikir juga kami kelak ingin membuat bisnis konstruksi atau apa ya namanya yang suami pernah bilang. Jadi tentang desain-desain rumah gitu. Saya hanya bisa menggambar ala-ala pelajar melukis dan foto, sedang suami cakrp gambarannya kalau mendekor rumah yang seperti sketsa anak arsitektur. Entahlah, ini mungkin nanti ya, menunggu suami bisa berkolaborasi di sini dan bisa fokus. Sementara pekerjaannya di ASN dan kuliah sudah cukup menyita energi. Tetap semangat ya, ayah ♡

Kadang juga mikir dan bercita-cita menjadi Keluarga Traveler 😍😄 Yaa meski seadanya, hihi.. karena ada anak balita juga jadi menikmatinya ya ala-ala juga. Tapi kami menikmatinya saja. Alhamdulillaah kami diberikan kesempatan bisa traveling dari rizqi halal, bisa ngajak anak-anak, ortu dan mertua nginap di hotel yang lebih baguus dari rumah. Kalau yang benar-benar jadi hobi keluarga itu ya traveling ini. Sampai-sampai anak-anak suka nagih kapan kita ke hotel ? Kapan kita naik kereta (mereka lebih suka berkereta, kalau masih di Jawa sih ayo ya naik kereta 😄).

Semoga apapun nanti yang fix menjadi misi spesifik dari keluarga kami bisa menjadi manfaat untuk kami dan masyarakat. Memulai sinergisitas dari rumah, berkarya dengan potensi dan berproduktif dengan passion. Tugas kita harus terus mencari dalam kebermanfaatan bukan 😊 Semangat menjadikan "Doppler Cahaya Keluarga ZieZam." *Doppler = alat yang biasa digunakan di kebidanan untuk mendeteksi Denyut Jantung Janin. **Cahaya = ilmu agama dan ilmu-ilmu yang pernah kami tempuh, hobi traveling kami, dan anak-anak yang jadi cahaya cinta kami.

Bi idznillaah, aamiin


#di perjalanan KA Bima Malang-Jakarta




Tidak ada komentar: