Senin, 21 April 2008

antara MALPRAKTIK dan KOMPLIKASI


Pasangan muda itu disodori sebuah map file bening warna hijau yang di dalamnya ada pernyataan persetujuan atau istilah dalam dunia medis adalah INFORMED CONSENT…”Jadi begini, bu, pak…hal ini adalah bukti hitam di atas putih bahwa ibu dan bapak bersedia dilakukan pemeriksaan di klinik ini.” Kata mbak Damai yang sudah lebih dulu berada di BPS (Bidan Praktik Swasta) yang menjadi tempatku mencari pengalaman.

Masyarakat kini makin kritis, apalagi yang menyangkut kesehatan atau keselamatan jiwanya. Sedikit-sedikit bilang ”malPraktik”...atau salah prosedur...Padahal tidak semua hal yang di luar harapan kita pada tenaga medis adalah MalPraktik! Lihat saja berita-berita di TV tak lepas dari pemberitaan tentang MalPraktik dunia medis.

Jadi beda, nggih, pak, bu, antara MalPraktik dengan Komplikasi. MalPraktik terjadi atas kelalaian dari tenaga medis yang masih menjadi kewenangannya, misalnya waktunya menginjeksi obat (menyuntik) jam 22.00 tapi ternyata dikasihkan jam 05.00 esok harinya. Sedangkan komplikasi adalah hal-hal buruk yang terjadi atas kondisi internal dari klien atau di luar batas kuasa manusia, misalnya bayi yang ditolong bidan atau dokter obgyn ternyata bibirnya sumbing ! Nah, kalo bibir sumbing kan bukan kewenangan tenaga medis to, bu, pak...?” kata mbak Damai melanjutkan penjelasannya

Pasangan muda itu tampak mengangguk-angguk mengerti, dan proses penjelasan itu pun berakhir dengan ditanda-tanganinya pernyataan persetujuan itu oleh mereka berdua.

Yah, begitulah dunia para medis..mereka harus bergelut dengan nyawa, apalagi jika amanah itu adalah dengan menjadi seorang bidan, ujung tombak pelayanan kesehatan wanita. Sebab persalinan ataupun kehamilan yang ditangani dan menjadi kewenangannnya adalah hal-hal fisiologis (normal), beda dengan dokter obgyn (spesialis kandungan dan kebidanan) yang menjadi rujukan bagi kasus patologis (tak normal).

Setiap tenaga medis sebisa mungkin akan memberikan pelayanan yang terbaik bagi siapapun, apalagi segmennya bidan adalah masyarakat menengah kebawah yang tidak mungkin akan menarik biaya pengobatan melangit bin ribet seperti alurnya askes yang mbulet! Hanya saja tak semua orang memahami pekerjaan ini, yang mereka tahu adalah terjadi hal buruk sehubungan dengan kerja medis. Apapun alasannya ya itu malpraltik, dan setiap kejahatan harus dihukum.

Tak jarang ada bidan yang dipanggil polisi jika ada pihak keluarga yang menuntut, namun selama prosedur yang dilakukan benar maka ia pun tak bisa disalahkan. Bahkan di dunia kebidanan pun dikenal istilah AMP (Audit Maternal Perinatal), yang merupakan ”sidang” bagi bidan dan atau dokter jika terjadi SATU saja kasus kematian ibu atau bayi. Bayangkan satu saja tak akan pernah luput untuk dievaluasi oleh ”hakim”nya medis, dan hal ini merupakan hal yang dihindari oleh tenaga medis siapapun. Jadi tak mungkin mereka akan dengan gampang melakukan malpraktik....Kecuali jika memang di hatinya sudah lupa dengan sumpah jabatan.
Jika ada kasus ”malpraktik” pun tidak dengan mudah dunia medis akan membongkar alur terjadinya kasus itu. Sebab memang di dunia kedokteran ada kode etik yang tidak dengan sembarangan akan diberikan sebagai pernyataan ke media, apalagi memang istilah yang seharusnya diberikan ke masyarakat seharusnya merupakan bahasa yang bisa dicerna oleh mereka agar tidak menimbulkan salah persepsi.

Jadi jangan mudah berkata hal-hal buruk itu adalah MALPRAKTIK !! jangan terhasut untuk tidak mempercayai tenaga medis, sebab ternyata masih banyak masyarakat yang masih mempercayai dukun daripada tenaga medis yang kini standar minimal pendidikan mereka adalah D3. Mosok rek, luwih percoyo dukun sing ora sekolah...!

Hero city, 06th April 2008,
”jadi kepingin ngambil kuliah kehakiman...atau advokat biar jadi advokatnya bidan atau jadi bidannya advokat hehe...”



Tidak ada komentar: