Selasa, 01 Maret 2022

Kirim Kartu Pos ke Rumah Kita, Yuk!

 

Pos Indonesia


Punya kenangan spesial di Surabaya? Yukk, ngacung sama saya. Alhamdulillaah kami sempat mudik kemarin lalu dan mampir ke Surabaya. Berawal dari iseng sebenarnya saat saya ingin mengajak keluarga ke tempat oren yang legendaris.


Tebak hayu, di mana itu selain Hotel Oranye yang terkenal di zaman perjuangan sepuluh November?


Yup, benar yang menebak tempat lejend itu adalah di kantor pos! Yeay. Beginilah salah satu kisah versi satu bersama kartu pos. 


Bisa dibilang untuk Zie, inilah pengalaman pertama main ke kantor pos di usianya yang lima tahun. Kalau Zam, karena saat kecil selalu saya bawa berkelana, ini adalah ke sekian kali main ke kantor pos (termasuk ketika di kota kelahiran saya dulu sambil gendong Zam). 


Sedang untuk Ayahnya? Hihi juga bukan pengalaman pertama beliau lah. Namun menjadi pengalaman pertama kami semua untuk berburu kartu pos di kantor pos pusat Surabaya.


Kalap, Sis 

Untuk pertama saya menuju ke etalase di dekat pintu masuk yang memajang beberapa koleksi perangko, benda-benda filateli, dan ada juga kartu pos yang menjadi tujuan kami. Ketika saya bertanya apakah ada koleksi kartu pos vintage? 

Jawabnya adalah: ada, Mba. 


Wah, mata saya langsung lope-lope nih seperti emoji ini 😍 saat melihat rak berisi deretan kartu pos jaduul. Banyak seri berupa kota Surabaya dan kota lain di Indonesia zaman old. Rasanya pingin borong semua kartu pos. Terbayang juga rasanya kembali masa-masa SMP saat sering main ke kantor pos sebelah sekolah.


Di tengah saya asyik memilih kartu pos, saya juga bertanya, "kira-kira kalau dikirim ke Depok bisa kan ya, Bu?"

Ibu: Bisa, Mba. Sekitar 3 hari minimal dengan perangko 10 ribu

Saya: Wah, saya mau lihat koleksi perangkonya juga dong, Bu.


Lalu mata saya kembali berlope-lope saat melihat album perangko muncul lengkap dengan seri-serinya dalam kondisi masih gress! Alias masih baruu, gaess!


Ya Allah, alhamdulillah atas nikmat-Mu. Jadi ingin mengulang kembali surat Ar Rahman, "dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"


Masyaallah, seperti menyelam ke air yang lama dirindukan. Apalagi saat melihat suami dan anak-anak ikut excited membantu memilih.


Anak-anak pun tambah semangat saat saya bilang, "Ayo kita kirim kartu pos ke rumah kita." Wajah mereka langsung berbinar. 


Anak-anak sibuk menentukan pilihan dan saya serta suami melanjutkan memilih (dan ngobrol tentunya dengan ibu penjaga etalase perangko). Saya pun galau memilih di antara banyak pilihan seri perangko lucu-lucu.


Akhirnyaa kami telah memilih satu kartu pos yang akan kami kirimkan ke alamat rumah kami di Depok. Anak-anak sepakat untuk mengambil kartu pos bergambar keindahan alam Indonesia. Lalu sayalah yang memilih mana yang terbagus versi saya, hihi.


Hai, Diri Kami


Antara excited karena akan ada kartu pos yang akan dikirim ke rumah atau anak-anak merasa takjub (atau aneh 😂🤭) melihat bundanya yang berbinar saat menulis kartu pos.


Si mas, Zam terkikik saat saya menuliskan isi kartu pos untuk diri kami: Buat Ayah, Mas, Adek, Bunda dari kami sendiri. Rasanya seperti menulis surat untuk kami di masa yang berbeda. Kalau istilah anak zaman now itu seperti teleportasi ya.


Sedang komentar suami adalah, berarti isinya di kartu pos ini bisa terbaca ya, Bun oleh siapa pun? Hehe iya, Yah. Karena memang bukan seperti surat. Isi yang tertulis di atasnya biasanya adalah hal yang umum, meskipun itu personal. Kan ga lucu juga bilang hal rahasia yang dibuka ke publik (apalagi public figur saja ga mau kan hal pribadinya diketahui orang awam).


Saya bercerita ke suami kalau zaman saya sekolah berseragam sd dan smp dulu, kartu pos itu sering sekali dipakai saat mengirim jawaban kuis di majalah, hihi. Pasti pak suami makin geleng-geleng. 


Tapi saya jadi dapat ide untuk "mengerjai" beliau ketika nanti misalnya paksu ada DL agar mengirimi kartu pos dari tempat beliau DL. Dan ide untuk membuat kartu pos versi kami sendiri. Ini bisa kok dilakukan ya, asalkan ada perangkonya saja. 


Nah, saya lalu mengajak anak-anak untuk mengirimkan kartu pos kami ke rumah kami (aneh ga sih? Tapi biarin saja hihi). Pada petugas pos di salah satu loket yang sesuai, kami bilang mau kirim kartu pos ke Depok. Eh, malah saya yang bengong, sudah ya, Pak? 


Ternyata hanya cukup memberikan kartu pos itu ke tangan petugas kantor pos dan tidak perlu membayar apa-apa karena bea sudah diakomodir oleh perangko. Dan juga kami tidak mendapatkan bukti pengiriman (ini yang saya agak bingung tapi ya sudahlah mari ikuti alur saja).


Sampai di rumah Depok, anak-anak bertanya jika ingat, kapan kartu posnya sampai, Bun? 


(Bersambung dulu yaa)


Tidak ada komentar: