Selasa, 24 Juni 2014

Bee-done, Hari Bidan Indonesia



"Ingatlah sumpah jabatan kita kepada Tuhan...
yang kita ikrarkan bersama
s'lalu jadikan pegangan

janganlah membuat perbedaan
terhadap miskin kaya
tugas sucimu s'bagai penyelamat
seluruh wanita di mayapada...."



Syair-syair lagu kebidanan mengalun lagi tepat pada hari ini (dan semoga syairnya tidak ada yang terlupa karena sudah kurang lebih hampir 11 tahun lalu menyanyikan lagu tersebut saat Ospek di kampus kebidanan). 24 Juni 2014. Memangnya 24 Juni hari apa hayoo....? #colek para bidan dan calon bidan Indonesia.

 
Tak banyak yang tahu bahwa 24 Juni adalah Hari Bidan Indonesia. Dan seingatku, dulu ketika Ospek ala kebidanan "Port de entry midwive'a" ga ada penjelasan tentang tanggal lahir bidan, hihi, atau aku-nya yang tak menyimak materi Ospek saat itu. 

 
Jadi, Bidan di Indonesia bisa dikatakan lahir ketika persatuan bidan Indonesia didirikan, tepatnya tanggal 24 Juni 1951. Foundernya adalah para bidan dalam Konferensi Bidan Indonesia di Jakarta, yang akhirnya memutuskan untuk mendirikan IBI, Ikatan Bidan Indonesia. Beberapa nama yang bisa disebut sebagai pendiri IBI ialah para bidan, Selo Salikun, Fatimah, Sri Mulyani, Salikun, Sukaesih, Ipah, Marguna. Yang selanjutnya menetapkan haluan bagi biduk bidan di Indonesia. Lengkapnya bisa dilihat di sini >>> sejarah bidan Indonesia.


 Mau nostalgia ah, masa-masa jadi mahasiswa dulu...next in sya Allah akan posting masa-masa menjadi bidan dan saat "resign" dari bidan hiks...hiks...Dan ini pun foto-foto yang teraplod di sini adalah menculik foto-foto yang diunggah ke mbah Gugel, soalnya zaman ngampus dulu belum ada dan belum musim ceklik-ceklik apalagi selfie ala anak sekarang. Ada hp pun sudah Alhamdulillah asal bisa sms dan nelpon, yang bisa ditelpon langsung tanpa harus antri di layanan telpon asrama atau dipanggil-panggil terderngar seantero asrama karena ada yang mencari kita dan menelepon ke asrama.


Ini kampus kebidanan "Prodi Kebidanan Sutomo Surabaya" Politeknik Kemenkes Surabaya
Kampus kebidanan yang menempaku menjadi bidan berada di jantung kota Surabaya, tepatnya masih berada di lingkungan kompleks RSU dr. Soetomo yang juga sering disebut sebagai rumah sakit Karang Menjangan karena memang berada di barat Jalan Karang Menjangan, Surabaya. Dan saat awal-awal kampus kami memang jarang disebut orang dan diketahui orang (ngerasa banget kalau dulu ke sini karena 'kecemplung' hihi), maka seringnya kami menyebutkan kampus kami yang berada di depan kampus A Unair, alias kampus kedokteran alias FK-UA geto looh. Fotonya kampus A ga usah dipajang yah, bikin ngiri hihi.


Yang bercat hijau lantai dasar adalah ruangan para dosen, yang lantai atas adalah asrama para bidan


Yang lantai bawah itu RB 1 alias Ruang Bersalin 1 RSU dr. Soetomo dan Poli KB. Di atasnya adalah kampus kebidanan yang menyambung dengan Astra, asrama putra (hanya nama) mahasiswi kebidanan
Satu angkatan ada sekitar 80-90 mahasiswa, sedang angkatanku tinggal 87 orang saja yang bertahan hingga akhir masa periode mahasiswa. Di asrama yang berada di dua lokasi, satunya dengan sebutan Astri atau asrama putri dan satunya Astra atau asrama putra, yang memang dulunya kampus kami dipakai oleh pelajar SPK, Sekolah Perawat Kesehatan yang ada putra dan putri. Nah, kalau masa kuliah di kebidanan ini kami tak ada mahasiswa laki-laki, semuanya perempuan. Tapi kalau mau cuci mata sih bisaa...lihat ke depan banyak yang calon-calon dokter atau ke sekeliling juga banyak para dokter yang kadang berseliweran ke kampus atau kami yang tinggal lewat jalan pintas saja ke dalam rumah sakit, hihi.


Ruang Tamu Astri, asrama putri
Siapa yang punya kenangan di ruang tamu Astri, ngacuuuungg....!xixixi

Hampiiirrr semua mahasiswi Kebidanan Sutomo punya dan kayaknya semua punyaa tuh masa-masa kenangan dengan ruang tamu tersebut. Bersejarah. Ada yang pernah jadi tempat bertemu rahasia hihi, tempat nerima tamu, tempat antri mandi (ups karena mengularnya antrian di kamar mandi di belakang pintu pemisah ruang tamu dan ruang dalam), atau tempat inspeksi :D *karena sang tamu diminta meninggalkan asrama karena bertamu lewat waktu atau tidak saat waktu berkunjung.


Ruang dalam asrama
Hmmm...begitulah penampakan asrama (tutup muka pake schort). Di kiri kanannya banyak bilik-bilik bersejarah yang berisi barak-barak para calon bidan. Suka ada inspeksi dadakan dan juga ada penampakan loh, kata yang suka disamperin.

Kalau tempat belajarnya di sini nih...

Ini fotonya kampus di salah satu sisi kiri yang berada di atas Poli KB* pic sebelumnya
 Ruang belajar yang lain sayang ga kefoto zaman itu hiksss...
Perpustakaan
di Perpustakaan semuanya lengkaaap deh...itu foto penampakan waktu masih ngampus di sana. Ga tahu dah foto update yang sekarang. Librariannya baikk bangeet deh, asal bukunya ga ilang hehe.


Dosen idolaaaaa....Bu Ut yang baiikk dan pro mahasiswa
Zaman jadi panitia Ospek, masih unyuu-unyuu yaa...yang laki-laki sendiri itu bapak pembina HIMA


Yang ini wajah-wajah bahagia pengurus HIMA Kebidanan Sutomo 2004-2005
sayangnyaaaa....ga semuanya terdokumentasi dalam foto, apalagi dalam bingkai. Sebab dulu entahlah ga semua bisa didokumentasikan hikss. Padahal banyaaaak yang bisa diabadikan. In sya Allah, ada jalan lain mengabadikan momen yang ga akan terulang itu. Foto saat bersama teman-teman Rohis, Kerohanian Islam, foto saat praktik, foto saat-saat seru. Yah, moga yang sedikit ini kelak akan tetap abadi di hati dan dalam ingatan. Setidaknya...akhirnya kerinduan setelah lama berpisah akhirnya bisa juga terobati saat reuniiiiii.....


Horeee...akhirnya bisa reunian dengan wajah-wajah yang sudah kebanyakan jadi emak-emak
Reuni reeekkk...Kebidanan Sutomo angkatan 2006 di Maret Nur Pacific 2013


Proses kehidupan dari mahasiswi bidan menjadi bidan-bidan yang cemerlang
mengepak ke gugusan mimpi dan cita-cita di mayapada

berpisah dan bertemu adalah fitrah kehidupan
namun persahabatan kita tak aan tergantikan

tak ku tahu perjalanan hidup kita
tak selamanya ia berwarna jingga
jika ia punya biru
yang kutahu adalah dirimu
selalu menjadi istimewa di hatiku
kini, esok dan selamanya...#metamorb-2013


Semoga aku bisa kembali memegang 'pena' sebenarnya para bidan
yang penuh ketelatenan
saat membimbing persalinan
saat menerima kepala janin yang menemukan kehidupan
dan saat ini yang menjadi list kewajiban
adalah tetap menjadi yang bermanfaat dengan berbagai jalan
agar Allah tetap berikan keridhoan
meski dengan skenario yang berlainan
tetap mengepak dengan sayap kesabaran
bertebaran di muka bumi dengan menjadi lebah (kebaikan)"bee-done"


penaviana / @vianawahyu
Depok, 24 Juni 2014
"Dirgahayu Bidan Indonesia"





#Foto-foto diambil dari google dan koleksi pribadi

Minggu, 22 Juni 2014

Berjama'ah itu...





Berjama'ah mungkin membuat luka
berjama'ah mungkin menggurat kecewa
berjama'ah mungkin menerbitkan lara
berjama'ah mungkin pedih tiada tara
berjama'ah mungkin tersiksa
berjama'ah mungkin mencabut tawa
berjama'ah mungkin bertabur derai air mata

tapi...
berjama'ah membuat kita terlatih ditempa
berjama'ah membuat kita saling mengingatkan taqwa
berjama'ah membuat kita mempositifkan prasangka
berjama'ah membuat kita belajar menerima
berjama'ah membuat maaf jadi jalan menambah saudara
berjama'ah membuat keikhlasan tak sekedar kata
berjama'ah membuat kita paham makna menabur asa
berjama'ah membuat kita menabur doa
berjama'ah memang bukti ukhuwah dunia nyata
tak sekedar getas dunia pena
atau kecap dunia maya




maka...
bagaimana kau bisa tertatih di dunia
jika saudara tak lagi kau anggap ada
jika saudara bukan lagi teman saling berbagi rasa
jika sendiri lebih membuatmu bahagia 




sedang masa pasti bicara
saat kita menuai semua cerita

saat waktu bukan kuasa dirimu yang hina
saat lidahmu tak mampu berkata
saat langit bukakan buku mayapada
saat itu menyesal menyapa
saat itu bulir tangis tiada guna
pun doa tiada lagi bermakna

berjama'ah itu luka
berjama'ah itu busur warna
berjama'ah itu jalan surga...



^Viana Wahyu^
kota idaman, 24 Sya'ban 1435 H :07.07 teriring rindu untuk semua ikhwah..."Luv yu all coz Allah, may Allah permit us be togeter in jannah"

Foto-foto diambil dari Google

Jumat, 20 Juni 2014

Dolly, Sebuah Keterpaksaan



Bismillah


Sebuah nama yang tiba-tiba menjadi booming dan muncul ke permukaan, meski ia bukanlah nama yang baru, dan hanya dikenal atau sengaja dikenal oleh kalangan tertentu saja. Bukan familiar sebagai nama Indonesia, apalagi nama Jawa di tanah arek-arek Suroboyo. Bagi warga yang mengusung nilai ketimuran, akan mengubur rapat-rapat dan jangan sampai terpeleset menyebut nama yang menjadi perputaran uang lewat bisnis yang menjual manusia, yang sebagian besarnya adalah perempuan. Nama yang berada di sebuah gang di pelosok daerah Surabaya yang gaungnya tersohor hingga ke wilayah Asia Tenggara. Dan aku ingin, hanya aku saja yang menyebut nama itu, saat ini, cukup lewat tulisan ini. Jangan ke suamiku, anakku, pun turunannya kelak. Dan se-siapa pun dariku, dan juga dari semua manusia yang memanusiakan manusia. 

Dolly !

Satu demi satu terlucuti fakta mengenaskan di dalamnya, seperti halnya terlepasnya satu demi satu rasa malu manusia-manusia yang masuk ke dalam pusaran Dolly. Prostitusi. Perdagangan manusia dan lebih tepatnya lagi jual beli rasa malu pada hal-hal yang dilarang-Nya. 

 Terpaksa Memilih Jalan Perlawanan Hati

Menuliskan poin ini, membuatku kembali menggelar ingatan pada novel “Existere” karya senior di dunia pena, mbak Sinta Yudisia, yang sayangnya semasa aku di Surabaya, belum sempat bertemu beliau. Dalam novel bersampul hijau tosca dengan sketsa wajah perempuan yang mengisahkan dunia kelam di Dolly, dari ragam sudut pandang tokohnya yang semuanya adalah perempuan, antara sang pelaku atau kini disebut dengan wanita harapan lengkap dengan liku-liku di sekelilingnya—keluarga yang menjadi ‘korban’ sang wanita harapan—dan seorang bidadari dunia yang suaminya terjebak oleh salah satu perempuan dari lembah Dolly.

Hiks...terpaksa sebenarnya membaca novel tersebut, sebab aku tak begitu suka dengan genre yang “menantang” meski aku sendiri kadang terlintas ide-ide menulis yang tak biasa, dan karena aku mendapatkannya dari tangan seorang perempuan kinasih, mbakyu dan juga senior dunia pena juga, mbakyu Shabrina Ws yang memberikan novel “Existere” itu untukku. Bagian tentang resensi novel ini in sya Allah akan tertulis menyusul.

Dan kembali pada “terpaksa memilih jalan perlawanan hati” ini maksudnya ialah bahwa dari berbagai alasan menjadi perempuan harapan di sana seringkali dengan alasan ekonomi, yang menjadi dalih kebanyakan. Meski yakin sekali bahwa sebelum memutuskan terjun ke dunia hitam itu pun hatinya akan ada penolakan. Tahu tapi tak bisa berlalu. Mengerti rugi tapi tak bisa menghindari.

Jika memang dosa itu telah raib dari hati, serangan AIDS itulah momok terbesarnya. Dan sampai poin ini pun ada saja yang berusaha melanggengkan perdagangan rasa malu itu dengan menebar jala-jala bertopeng k*nd*m. Selalu, akan terus ada jaring-jaring yang mengeruk keuntungan dari keruhnya air.


Paksa Untuk Sebuah Kebaikan

Jika untuk menjadi atau jika memilih perjuangan hidup dengan menapakkan tilas pada jalur kemaksiatan memakai istilah “terpaksa”. Terpaksa untuk menyambung hidup, terpaksa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, dan alasan terpaksa yang lain. Maka seharusnya bisa memaksa diri untuk memilih jalur kebaikan. Jalan kebenaran. Meski memang kebaikan itu seringnya harus menemukan jalan terpaksa. Tapi terpaksa dan memaksa diri untuk memilih kebaikan kenapa tidak ? Dan harus dipaksa.. !

Pun jika langkah bijak dengan segala balutan ketegasan dan kelembutan seorang ibu dari sosok pemberani Walikota Surabaya, yang akrab disapa Bu Risma, dianggap sebagai sebuah pemaksaan, dan memang benar, itu adalah sebuah tindakan pemaksaan. Memaksa insan-insan yang berkecimpung terang-terangan atau samar-samar di Dolly untuk bertaubat dan kembali ke jalan fitrah. Adakah setiap jiwa yang lahir ke dunia ingin hidupnya dalam bayang-bayang kegelapan atau berada dalam kegelapan ?

Andaikata dosa tak bisa terlihat oleh hati, semoga berbagai akibat buruk yang menyertainya sebagai pengingat hati yang berkarat. Adanya penyebaran virus AIDS, ragam penyakit mengerikan, adanya perzinahan yang merugikan keluarga, menghancurkan keluarga dan juga menghancurkan negara, juga manusia seluruhnya.

Mungkin fiksi, bisa jadi hanya imajinasi, tapi tak bisa dipungkiri ada dalam realita tanpa embel-embel sensasi, bahwa korban dari zina itu bisa jadi adalah keluarga dari pelaku atau suatu ketika ada keluarga pelaku yang dizinahi. Naudzubillahi min dzalik.

Suatu hari ada seorang pemuda mendatangi Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!” Orang-orang bergegas mendatanginya dan menghardiknya. Kemudian Rasulullah saw berkata, “mendekatlah.” Pemuda itu mendekat dan duduk. Lalu Rasulullah berkata, “Relakah engkau jika ibumu dizinahi orang lain?” “Tidak, demi Allah, wahai Rasul.” Jawab sang pemuda. Begitu disebutkan Rasulullah hingga seluruh urutan mahram si pemuda. Hingga akhirnya sang pemuda sadar karena Rasulullah dan hidayah-Nya.[1]

Kalaupun ada yang berkedok bahwa Dolly, dan dolly-dolly yang lain di muka bumi, adalah sumber pemasukan keluarga, pemasukan daerah, dll, tak lain hanyalah panah-panah api yang ditiupkan oleh iblis saat merayu Nabi Adam dan Hawa.
Bukankah itu manis, bukankah itu indah. Selalu, rayuan adalah manis di luarnya, dalamnya tak akan pernah ada yang bisa menerka selain Sang Pencipta hati, yang seringkali manis di luar tapi pahit di dalam, apalagi rayuan dari iblis yang terusir dari surga dan hanya ingin mengajak manusia ke jahanam.

Dan jika setelah markas besar jual beli rasa malu dan harga diri itu ditutup di Dolly, maka bisa jadi akan tetap ada benih-benih yang tertinggal atau mengendap, mengingat torehan sejarah trafficking di dalamnya yang terkenal dan terbesar se-Asia Tenggara pasti akar yang menghunjam sudah sedemikian kekar. Bisa jadi akan tumbuh Dolly yang lain, atau perjuangan menutup Dolly masih terus akan bergulir. Karena memang era penjualan manusia, dan seringnya penjualan perempuan, usianya sepanjang usia peradaban manusia, meskipun agama dan hukum serta HAM dijunjung untuk berusaha mengenyahkannya.

Selama nafsu duniawi masih merajai manusia yang ditiupkan oleh iblis-iblis dengan balutan yang manis dan menipu, maka selama itu pula ‘perang’ terhadap bisnis pemuas nafsu laknat akan selalu ada. Kebaikan dan keburukan akan selalu beriringan, seiring nafsu yang diberikan Allah pada manusia. Hanya saja, lebih besar mana nafsu untuk berbuat kebaikan atau kebatilan. Kita masing-masing yang memilih jalan di antara keduanya dengan kemampuan yang kita mampu, dengan tangan, lisan atau diam (hati).

Menjadi pedang bukan berarti selalu menantang
pun menjadi sesumbar untuk menjadi pemenang
sebab pengayun bilah ketajamannya bukan selalu garang
tapi juga sosok lembut yang berhati bintang


Jika kelembutan tak mampu mengasah kekarutan yang terentang
Maka sudah saatnya pedang itu berkata seiring genderang



Pun hati-hati baja itu sebenarnya tak jua sekokoh karang
yang tak akan mungkin tiada terbelah jika hidayah datang
mungkin jalanmu masih remang-remang
dan jadi boneka dalam bayang-bayang
Tapi sosok pemilik pedang yang bertandang
masih menautkan asa melihatmu meraup selendang
menutupkan aurat dan tunduk sembahyang
pada pemilik jagad yang tiada pernah tumbang



Viana Wahyu
Kota Idaman, 22 Sya’ban 1435 H : 08.50



sumber :

[1] Inspiried by Al Hadits. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad Juz V hal. 256- 257, At-Thabrani Juz VIII hal. 190, 215. Al-Albani menshhahihkannya dalam kitab Silsilah ash-Shahihah no. 370.)


http://www.merdeka.com/peristiwa/sejarah-gang-dolly-sampai-terbesar-di-asia-tenggara.html

http://www.jawaban.com/index.php/news/detail/id/91/news/140618181034/limit/0/4-Fakta-Dibalik-Kontroversi-Penutupan-Dolly.html
 

http://kampus.okezone.com/read/2014/05/30/373/991933/berikan-dampak-negatif-pada-anak-dolly-harus-ditutup